Data Sumber:
Sektor industri di Indonesia memiliki banyak kendala, seperti masalah pembebasan lahan yang terkadang menimbulkan ketidakpuasan, ganti rugi, penolakan dari masyarakat, hingga administrasi pertanahan yang tidak transparan. Masalah – masalah tersebut membuat banyak proyek industri di Indonesia tidak terealisasi.
Dalam rapat kerja yang dilaksanakan di ruang Pansus DPR RI tentang RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, di DPR-RI, Senayan, Jakarta, Rabu (23/3), Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan proyek industri masih terkendala dengan nilai ganti rugian bagi pihak pemilik tanah. Sehingga timbul masalah ketidaksepakatan antara harga yang dituntut pemilik tanah dengan panitia pengadaan tanah.
“Selama ini panitia pengadaan tanah menggunakan harga tanah sesuai nilai objek pajak (NJOP) sebagai acuan ganti rugi. Sementara pemilik tanah cenderung menggunakan harga pasar, bahkan sangat sering menuntut tiga atau empat kali lebih besar dari NJOP. Masalah ini akan berdampak pada ketidakberlanjutan proyek pembangunan di sektor industri,” kata MS Hidayat.
Di beberapa tempat, kebanyakan masyarakat menolak wilayahnya dijadikan sebagai lokasi pembangunan pabrik atau kawasan industri. Selain itu, pembangunan proyek industri juga terhambat permasalahan hukum. Misalnya pembangunan industri yang ada di kawasan hutan yang membutuhkan izin lembaga kehutanan yang prosedurnya telah diatur oleh hukum kehutanan.
“Ini sama halnya dengan pembangunan di atas tanah yang bersinggungan dengan tanah aset milk negara atau daerah. Persoalannya adalah dibutuhkan proses yang panjang dan waktu yang lama untuk memperoleh izin pengusaha tanah tersebut. Jadi, pembangunan tidak dapat dilakukan sebelum target, karena kalau sebelum izin terbit akan ada risiko di hukum perbendaharaan,” jelasnya.
Beragam status penggunaan tanah oleh masyarakat seperti ada yang besertifikat, ada yang menggunakan tanah negara untuk sekian lama, ada yang menggunakan tanah milik adat, tanah wakaf, dan masih banyak ragam lainnya.
“Hal ini akan menyulitkan dalam pengadaan tanah tersebut karena akan memakan waktu yang lama untuk membuktikan status tanah tersebut,” jelasnya. (agus/dbs)
Tanggapan:
Menanggapi masalah pengadaan lahan untuk sektor industri, saya mengusulkan kepada pemerintah untuk membuat aturan atau ketentuan mengenai tata cara penghitungan ganti kerugian dan disosialisasikan kepada semua pihak, sehingga diperoleh transparansi tentang nilai ganti rugi yang diberikan.
Usulan saya ini didasari beragamnya status penggunaan tanah oleh masyarakat seperti ada yang bersertifikat, ada yang menggunakan tanah negara dalam kurun waktu yang lama, menggunakan tanah milik adat, tanah wakaf sehingga menyulitkan pengadaan tanah karena akan memakan waktu lama dalam pengurusan status tanah tersebut. Untuk alasan inilah saya mengusulkan perlu dibuat aturan hukum yang lebih baik dalam berbagai macam status penggunaan tanah tersebut. Solusi lainnya adalah meningkatkan keberpihakan dan penghormatan terhadap pemilik hak atas tanah miliknya dengan mengedepankan sosialisasi, negosiasi, dan pemberian kompensasi yang lebih komprehensif. Selain itu, diperlukan pula penguatan kelembagaan negara terhadap tanah masyarakat demi kepentingan umum, sehingga peran kuat negara diperlukan adalah dengan memperkuat kewenangan negara untuk mengambil tanah pada harga yang ditetapkan walaupun tanpa kerelaan pemilik tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar