Kalau mau jujur ide adanya sekolah RSBI  itu bagus banget, tetapi kita sering melupakan potensi daerah atau lokal  yang sebenarnya jauh lebih unggul dari kata internasional itu sendiri.  Seolah-olah hal-hal yang berbau tradisional itu kuno dan ketinggalan  jaman. Padahal, orang bule (baca asing) sangat senang sekali menikmati  ketradisionalan bangsa kita yang beraneka ragam. Sampai-sampai banyak  orang asing yang dikirim ke Indonesia untuk mempelajari keragaman budaya  di negeri kita ini.
Kembali kepada RSBI, kita terkadang lupa  membuka kelas-kelas internasional dan meninggalkan budaya lokal.  Seolah-olah kalau kita sudah bisa bahasa asing (baca Inggris) kita sudah  hebat dan dekat dengan masyarakat Internasional. Padahal, kalau mau  jujur bahasa itu adalah sebagai alat komunikasi, jadi adalah salah bila  RSBI hanya mengedepankan Bahasa, sementara hal lainnya yang lebih  penting terabaikan. Saya terus terang tidak begitu sepaham dengan adanya  RSBI ini. Sebab RSBI terkadang membuat kita menyembah-nyembah budaya  asing dan seolah-olah sekolah kita tidak lebih hebat daripada sekolah  mereka. Kita selalu memandang ke barat, dan tak pernah memandang ke  timur. Seolah-olah sekolah amerika lebih hebat dari sekolah di timur  tengah. Benarkah demikian?
Sejak adanya RSBI di sekolah kami,  justru tidak ada yang namanya pertukaran pelajar. Dulu sebelum RSBI,  kami saling bertukar pelajar, dimana pelajar dari luar negeri beberapa  bulan sekolah di tempat kami dan pelajar kita sekolah beberapa bulan di  tempat mereka. Adanya RSBI rupanya belum memenuhi harapan semua pihak.  Bahkan ada sebagian masyarakat yang mengeluh karena mahalnya sekolah  yang sudah membuka kelas internasional. Sudah begitu, mereka harus juga  ikut UN, yang ternyata nilai siswa RSBI nilai UN-nya lebih rendah  daripada siswa kelas reguler. Jadi untuk apa masuk ke kelas  internasional, kalau juga masih ikut UN? Mungkin saya perlu bertanya  pada rumput yang bergoyang.
Dalam Bab XIV pasal 50 ayat 3  Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,  disebutkan bahwa pemerintah daerah harus mengembangkan  sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan menjadi bertaraf  internasional.
Sebagai ibu kota negara, Jakarta sudah  tentu harus lebih siap dalam menjalankan tuntutan undang-undang ini  dengan mengembangkan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di  semua jenjang pendidikan. Namun sangat tidak menutup kemungkinan, pada  masa mendatang banyak lagi sekolah yang memiliki potensi berkembang dari  SSN (Sekolah standar Nasional) menjadi RSBI. Tentunya perkembangan ini  harus berjalan alami, bukannya dipaksakan. Sebab berkembang menjadi RSBI  bukanlah hal yang mudah bagi sekolah. Apalagi bila sekolah itu ternyata  tidak siap untuk membuka RSBI. Jangan sampai mutu sekolah RSBI lebih  rendah dari sekolah SSN.
Saya tak ingin membahas apa itu RSBI di  tulisan ini,  karena sudah banyak orang yang menulis tentang RSBI,  tetapi saya ingin mengajak anda semua berpikir apakah sudah tepat  langkah yang dilakukan pemerintah untuk membuka program RSBI?. Di  sinilah saya ingin mendapatkan masukan dari anda, plus minus sekolah  RSBI dalam pandangan masyarakat. Dari sini kami bisa melakukan refleksi  diri, apakah sekolah kami telah benar-benar sesuai menjalankan program  RSBI.
Kekurangan RSBI menurut saya, dari segi  buku pegangan siswa harusnya berbeda dari sekolah reguler, SDM (guru)  kita belum siap, dan masih banyak guru yang belum bisa membuat  kurikulumnya sendiri. jangankan membuat kurikulum dalam bahasa Inggris,  membuat RPP saja masih banyak guru yang belum benar dalam membuatnya.  Pemerintah nampaknya belum siap benar dengan progran RSBI. Kasihan para  guru hanya menjadi obyek dari obsesi para penentu kebijakan.
Kelebihan RSBI adalah memotivasi para  siswa untuk mampu bersaing dalam dunia global. Anak-anak kita tak kalah  dengan anak-anak dari negara lain. Siswa-siswa sekolah kita lebih berani  mencoba hal-hal baru, dan menantang para guru untuk mengembangkan  metode dan model pembelajaran di dunia internasional.
Indonesia adalah bangsa yang besar, kita  harus bangga dengan predikat ini. kalau malaysia saja dulu belajar dari  kita, kenapa kita sekarang yang belajar kepada mereka? Tentu ada  sesuatu yang harus dibenahi dalam dunia pendidikan kita. jangan biarkan  anak-anak kita lebih percaya belajar di luar negeri daripada belajar di  negerinya sendiri. Tentu ini menjadi tantangan kita sebagi para  pendidik.

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar