![Timbanglah barang dengan jujur [Foto: Istimewa]](http://www.tnol.co.id/images/stories/2009/desember/social/poverty/PKL_buah/buah_PKL-1.jpg) Timbanglah barang dengan jujur [Foto: Istimewa]Siapa yang tak tersentuh hatinya  melihat pedagang kecil, PKL, terus-terusan digusur oleh  Polisi Pamong  Praja. Sementara mereka bayar juga uang 'jago' kepada oknum Pemda, tapi  begitu digusur tak ada kebijakan sedikit  pun untuk beri waktu  membongkar  lapak dagangannya. Tapi, itulah nasib PKL di negeri kita.  Dan, seminggu setelah digusur, mereka pun muncul lagi. Tentu saja dengan  membayar upeti lagi kepada oknum tertentu. Apakah ini bagian dari  ketahanan pedagang kecil yang harus ngotot mencari makan?
Timbanglah barang dengan jujur [Foto: Istimewa]Siapa yang tak tersentuh hatinya  melihat pedagang kecil, PKL, terus-terusan digusur oleh  Polisi Pamong  Praja. Sementara mereka bayar juga uang 'jago' kepada oknum Pemda, tapi  begitu digusur tak ada kebijakan sedikit  pun untuk beri waktu  membongkar  lapak dagangannya. Tapi, itulah nasib PKL di negeri kita.  Dan, seminggu setelah digusur, mereka pun muncul lagi. Tentu saja dengan  membayar upeti lagi kepada oknum tertentu. Apakah ini bagian dari  ketahanan pedagang kecil yang harus ngotot mencari makan? ![Timbangan pas, konsumen puas [Foto: Istimewa]](http://www.tnol.co.id/images/stories/thumbs/251x166-images-stories-2009-desember-social-poverty-PKL_buah-buah_PKL-2-giant.jpg) Timbangan pas, konsumen puas [Foto: Istimewa]Sementara,  pedagang bermodal kakap dengan mudah membina dan mengembangkan usahanya  dengan cara membuka mal-mal, supermarket di sana-sini, yang notabene  justru membuat jalan sekitar menjadi macet.
Timbangan pas, konsumen puas [Foto: Istimewa]Sementara,  pedagang bermodal kakap dengan mudah membina dan mengembangkan usahanya  dengan cara membuka mal-mal, supermarket di sana-sini, yang notabene  justru membuat jalan sekitar menjadi macet.Namun, ada sisi lain tentang kejujuran berdagang pada kedua pedagang yang berlainan modal itu. Sehingga lambat laun masyarakat banyak yang menggemari berbelanja di mal atau supermarket.
 IstimewaMasyakarat  kita kini mulai asyik dengan yang serba instan. Belanja keperluan dapur  pun mereka enggan tawar-menawar. Jadi, ke supermarket adalah jawaban  yang tepat untuk melakukan transaksi utuh. Apalagi melihat harga yang  dipasang pun tidak mahal-mahal amat. Timbangannya pun tidak neko-neko.  Pas. Coba bayangkan jika Anda beli sesuatu di pasar tradisional.  Katakanlah beli sekilo daging. Apakah Anda yakin daging tersebut segar?  Dan apakah Anda yakin kalau timbangan mereka itu benar-benar pas? Kalau  yakin timbang lagi di rumah. Dan lihat hasilnya. Belum lagi daging  tersebut adalah daging glonggongan (sapi yang diminumi air  sebanyak-banyak sebelum dipotong).  Begitulah pendapat sebagian  masyarakat kita yang memilih berbelanja di supermarket.
IstimewaMasyakarat  kita kini mulai asyik dengan yang serba instan. Belanja keperluan dapur  pun mereka enggan tawar-menawar. Jadi, ke supermarket adalah jawaban  yang tepat untuk melakukan transaksi utuh. Apalagi melihat harga yang  dipasang pun tidak mahal-mahal amat. Timbangannya pun tidak neko-neko.  Pas. Coba bayangkan jika Anda beli sesuatu di pasar tradisional.  Katakanlah beli sekilo daging. Apakah Anda yakin daging tersebut segar?  Dan apakah Anda yakin kalau timbangan mereka itu benar-benar pas? Kalau  yakin timbang lagi di rumah. Dan lihat hasilnya. Belum lagi daging  tersebut adalah daging glonggongan (sapi yang diminumi air  sebanyak-banyak sebelum dipotong).  Begitulah pendapat sebagian  masyarakat kita yang memilih berbelanja di supermarket. Istimewa"Saya  bukannya nggak kasihan. Tapi coba saja beli buah-buahan di pinggiran  jalan Pasar Rebo menuju terminal Kampung Rambutan. Kita beli satu kilo  buah begitu di rumah kita timbang dapatnya cuma tujuh ons. Berarti  kehilangan 3 ons," ujar Nurbaeti, seorang staf di Klinik Cibubur dekat  Lapangan Tembak.
Istimewa"Saya  bukannya nggak kasihan. Tapi coba saja beli buah-buahan di pinggiran  jalan Pasar Rebo menuju terminal Kampung Rambutan. Kita beli satu kilo  buah begitu di rumah kita timbang dapatnya cuma tujuh ons. Berarti  kehilangan 3 ons," ujar Nurbaeti, seorang staf di Klinik Cibubur dekat  Lapangan Tembak.Menurutnya, belanja di supermarket timbangannya lebih jujur. Jadi konsumen puas. Apalagi barangnya pun pilihan. Konsumen dijamin tidak tertipu.
Para pedagang di sekitar Pasar Rebo dekat Kampung Rambutan memang sudah lama ditengarai konsumen yang pernah berbelanja buah di sana. Umumnya, setelah ditimbang di rumah mereka merasa tertipu. "apa iya hanya kurang 2-3 ons kita harus balik lagi ke sana, Sementara rumah kita jauh, " tutur Beti.
![Tidak ada keraguan berbelanja [Foto: Istimewa]](http://www.tnol.co.id/images/stories/thumbs/301x224-images-stories-2009-desember-social-poverty-PKL_buah-PKL-4-Giant.jpg) Tidak ada keraguan berbelanja [Foto: Istimewa]Walau  begitu, bukan berarti  pedagang PKL ini kehilangan pelanggannya. Yang  beli pasti ada saja. tapi pedagangnya sangat tidak menyadari  bahwa  perbuatan mengurangi timbangan adalah perbuatan tidak etis dan berdosa  menurut agama manapun.
Tidak ada keraguan berbelanja [Foto: Istimewa]Walau  begitu, bukan berarti  pedagang PKL ini kehilangan pelanggannya. Yang  beli pasti ada saja. tapi pedagangnya sangat tidak menyadari  bahwa  perbuatan mengurangi timbangan adalah perbuatan tidak etis dan berdosa  menurut agama manapun.Kini, apa yang biasa dijajaki pedagang kecil di pinggir jalan, pengusaha supermarket pun tak mau ketinggalan. Boleh dibilang, semua yang Anda butuhkan ada di supermarket. Contohnya, dulu kalau kita mau makan "kerak telor" kuliner ala Betawi ini, kita bisa makan kalau ada pembukaan Jakarta Fair. Tapi sekarang, ada atau tidak Jakarta Fair, Anda bisa temukan kerok telor di mal-mal atau supermarket sekelas Giant, Carrefour, atau Hypermart. Dengan merogoh kocek Rp 13.500 Anda bisa menikmati kerak telor ala Betawi ini.
![Apa boleh buat beli di pinggir jalan [Foto: Istimewa]](http://www.tnol.co.id/images/stories/thumbs/301x225-images-stories-2009-desember-social-poverty-PKL_buah-PKLbuah.jpg) Apa boleh buat beli di pinggir jalan [Foto: Istimewa]Begitu  pula jika Anda beli durian alias duren.  Orang sekarang kalau mau beli  duren di pinggir jalan mikir dua kali karena begitu dibawa pulang,  durennya banyak persoalan. Busuklah, nggak manislah. Manis tapi nggak  gurihlah. Selain harganya mahal, barangnya pun belum tentu memuaskan.  Tapi, jika beli duren monthong di Giant, atau supermarket lainnya,  harganya beli melesat jauh ke bawah. Selain harganya jadi murah, pun  buahnya tidak mengecewakan.
Apa boleh buat beli di pinggir jalan [Foto: Istimewa]Begitu  pula jika Anda beli durian alias duren.  Orang sekarang kalau mau beli  duren di pinggir jalan mikir dua kali karena begitu dibawa pulang,  durennya banyak persoalan. Busuklah, nggak manislah. Manis tapi nggak  gurihlah. Selain harganya mahal, barangnya pun belum tentu memuaskan.  Tapi, jika beli duren monthong di Giant, atau supermarket lainnya,  harganya beli melesat jauh ke bawah. Selain harganya jadi murah, pun  buahnya tidak mengecewakan.![Boleh dagang karena bayar uang jago [Foto: Istimewa]](http://www.tnol.co.id/images/stories/2009/desember/social/poverty/PKL_buah/PKL_-oke_juga.jpg) Boleh dagang karena bayar uang jago [Foto: Istimewa]Dari  persoalan ini, setidaknya, para pedagang kaki lima sudah bisa bercermin  dalam rangka memperbaiki  layanannya. Karena, masih banyak konsumen  yang cinta belanja di pinggir jalan atau di PKL.  Juga menyangkut  timbangan tak perlu diberat-beratkan dengan besi berani atau melubangi   kiloannya yang terbuat dari kuningan itu.
Boleh dagang karena bayar uang jago [Foto: Istimewa]Dari  persoalan ini, setidaknya, para pedagang kaki lima sudah bisa bercermin  dalam rangka memperbaiki  layanannya. Karena, masih banyak konsumen  yang cinta belanja di pinggir jalan atau di PKL.  Juga menyangkut  timbangan tak perlu diberat-beratkan dengan besi berani atau melubangi   kiloannya yang terbuat dari kuningan itu. 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar